10 October 2008

Momentum Ketuhanan - 6

MENGANTAR SANG DUTA ISTIMEWA…

Bumi sudah disiapkan sebagai tempat bagi sang duta istimewa untuk menjalankan tugasnya dalam menganyam peradaban. Sang duta istimewapun telah dilengkapi dengan segala fasilitas yang dibutuhkannya dalam menjalankan tugasnya. “Ada RUH-KU yang memperkuatmu wahai Adam (…wa ayyadahum bi-RUH-him minhu…!(al mujadilah 22))”, Sang Wajah Meliputi menghibur Adam.

Lalu untuk mengantar sang duta istimewa ketempat tugasnya yang baru, yaitu bumi yang telah dihamparkan dan difasilitasi Allah dengan segala sesuatu yang dibutuhkan sang duta istimewa dalam menjalankan tugasnya, maka Allah telah menyiapkan sebuah prosesi yang sangat UNIK pula. Dan didalam prosesi pengangkatan dan pengantaran Adam, sang duta istimewa, ke muka bumi itu haruslah terkandung “pengajaran dasar” yang sangat amat berharga bagi Adam sendiri dan keturunannya kelak dalam menjalankan tugasnya. Karena di tempat tugas barunya itu, Adam akan dihadapkan pada kenyataan, paling tidak, tentang adanya suasana kepatuhan maupun ketidakpatuhan, suasana baik maupun buruk, dan suasana dituntun maupun dibiarkan lepas liar tak terkendali.

Semua pasangan kejadian atau suasana itu tak lain dan tak bukan adalah sebagai tanda akan adanya Allah. “Aku lah Sang Pembuka dada untuk menerima Islam, dan Aku pulalah Sang Pembuka dada untuk menerima kekafiran…!!, sabda Sang Pemberi Hidayah dengan sangat tegas.

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. ( Az Zumar 22)”

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, akan tetapi orang yang melapangkan (dibukakan) dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (An Nahal 106)”.

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Al An’am 125)”.

Oleh sebab itu di dalam prosesi itu haruslah terkandung suasana kepatuhan dan ketidakpatuhan itu sekaligus, tentunya lengkap pula dengan segala konsekwensi logisnya. Sehingga diharapkan dari prosesi pengantaran nenek moyang mereka ini ke tempat tugasnya, mereka bisa mengambil pelajaran.

Untuk itu Sang Wajah Maha Meliputi menyapa pula ciptaan-Nya yang lain, yaitu iblis, dengan sabda-Nya: KUN IBLIS…!. Jalanilah destiny kalian sebagai tempat-Ku menumpahkan kemurkaan dan penyesatan-Ku…!!!”. Lalu Sang Iblis dibuatkan COVER (tutup) oleh Allah terhadap pandangannya.

Diantara sekian malaikat yang sujud kepada Adam, maka ternyata ada pula yang tidak sujud. Iblis…!. Ya…, iblis ternyata telah mulai menjalani destiny-nya sebagai makhluk yang disesatkan oleh Allah. Setiap dia memandang kepada Adam, maka yang nampak olehnya hanyalah esensi saripati tanah yang membentuk Adam. Setiap diperintahkan Allah untuk sujud kepada Adam, maka ketika itu pula pandangannya ter-cover untuk menyadari bahwa ada RUH-Tuhan yang meliputi Adam. Iblis ternyata telah dibuat Allah untuk tidak mampu menafikan wujud Adam yang esensinya hanyalah dari saripati tanah itu. Sehingga secara otomatis pula si iblis dihalangi oleh wujud Adam itu untuk memandang adanya RUH-Tuhan yang menguatkan Adam. Iblis telah menjadi, atau tepatnya dijadikan Allah sebagai makhluk yang KAFIR, TERCOVER.

Apalagi saat si Iblis memadang dirinya yang dari api, maka semakin kuatlah keter-cover-annya itu. “Masak sih saya harus sujud kepada tanah.. Bukankah aku lebih baik dari Adam, karena aku terbuat dari api… wahai Tuhan-Ku…?. Saya tidak mau sujud sampai kapanpun kepada Adam…!!.”, protes si iblis dengan sangat angkuhnya.

Sabda Allah lalu menghampiri Iblis yang sedang dialiri oleh rasa kesombongan, rasa keakuannya: "Turunlah kamu dari syurga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina (al A’raf 13)". Karena memang syurga adalah wilayah tempat dimana yang ada hanyalah semata-mata kepatuhan. Maka yang tidak patuh haruslah enyah dari dalamnya, karena wilayah untuk ketidakpatuhan tempatnya juga sudah disediakan Allah, yaitu neraka jahanam.

Demikianlah…, sejak Iblis menyuarakan angkuhannya itu, maka lengkap sudah pengajaran yang dipetik oleh Adam. Sehingga dengan berbekal pengajaran itu mudah-mudahan saja Adam, sang duta istimewa, bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan mandat yang dia terima dari Allah.

Sementara Adam, sang duta istimewa pembangun peradaban nantinya, tengah bergelimang dengan suasana syurgawinya, iblis pun berhasil pula mendapatkan mandatnya sebagai duta untuk menyesatkan Adam dan keturunannya nanti. Iblis mendapatkan mandatnya itu karena memang dia memintanya langsung kepada Allah. Dan Allah memberinya mandat untuk menyesatkan umat manusia itu sampai hari kiamat nantinya.

Dalam suasana kegalauan yang amat sangat akibat mandat untuk penyesatan umat manusia itu, iblis masih sempat menyadari bahwa ternyata ada umat manusia yang tidak dapat digoda dan disesatkannya. “Saya tidak sanggup menggoda hamba-hambamu yang Engkau buat ikhlas (muhklashin) ya Allah…”, ungkap sang iblis dengan terus terang dan tanpa ditutup-tutupi sediki tpun. Karena memang orang-orang yang dibuat ikhlas oleh Allah itu tempatnya adalah di wilayah kepatuhan, di wilayah KETIADAAN. Sedangkan iblis sudah bertekad bulat untuk TIDAK masuk ke wilayah kepatuhan itu. Begitu juga iblis tidak akan pernah bisa melepaskan keangkuhannya, keberadaan akunya. Iblis masih merasa ada. Lalu kalau begitu, bagaimana dia akan mampu untuk menggoda hamba-hamba Tuhan yang sudah TIADA, FANA. Apanya yang mau digoda wong hamba Tuhan yang dibuat ikhlas itu sudah TIADA.

Selesai Momentum Ketuhanan Bagian Pertama
(sumber: milis patrapmania)

Momentum Ketuhanan - 5

YANG KEHERAN-HERANAN DAN BERTANYA…

Ditengah-tengah rutinitas para malaikat memuji, sujud dan bertasbih kepada Sang Wajah Maha Meliputi…, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh sabda KUN yang menyapa sebuah bentuk aneh yang tengah di emplek-mplek oleh Sang Pemilik Wajah Agung itu. Esensi pembentuk rupa aneh itu diberitahu-Nya dengan tanpa tedeng aling-aling.

“Wahai Malaikat…, bentuk aneh ini berasal dari saripati tanah yang Ku-susun dengan sangat sempurna dan Ku-tiupkan pula RUH-KU kepadanya. Inilah duta istimewa-Ku wahai para malaikat…, namanya adalah ADAM…!!. Maka sujud dan menghormatlah kalian kepadanya wahai para malaikat-Ku…!!!”.

Demikianlah Allah pamer kepada para malaikat-Nya tentang sang duta istimewa-Nya yang telah difasilitasi-Nya pula tempat keberadaannya sejak cukup lama. BUMI…!.

Akan tetapi ditengah-tengah keheran-heranannya yang dipicu tidak hanya karena esensi Adam yang berasal dari tanah, akan tetapi juga karena bentuk seperti ini adalah bentuk yang suka menumpahkan darah, saling berbunuh-bunuhan satu sama lainnya, para malaikat sempat melayangkan sebentuk pertanyaan protesnya yang cukup pedas:

“Tidakkah cukup kami saja ya Allah…, yang selalu sujud, bertasbih, dan patuh kepada-Mu…??”.

Akan tetapi dengan kelembutan yang amat sangat, Allah menyambut keheranan malaikat itu dengan jawaban yang amat sangat tegas:

“Aku lebih tahu atas apa-apa yang tidak kalian ketahui wahai malaikat-Ku…!. Aku punya rencana besar untuk duta-istimewa-Ku ini. Dia akan kuangkat sebagai wakil-Ku untuk menganyam peradaban di atas bumi yang telah kupersiapkan untuknya dengan sangat baik…!”.

Lalu Allah menyatakan sabda-Nya:

“KUN Adam…!!. Diam sajalah engkau wahai Adam. Jangan takut dan jangan pula engkau khawatir. Karena Ruh-Ku Ku-liputkan kepadamu…!”.

Lalu Allah pamer kembali kepada pada para malaikat-Nya:

“Lihatlah wahai para malaikat-Ku bahwa duta istimewa-Ku ini, dengan adanya RUH-KU yang kualirkan kepadanya, maka sang duta-Ku ini lalu bisa hidup, bisa bergerak, bisa melihat, bisa mendengar, bisa berbicara, bahkan bisa tahu pula nama-nama yang tidak kalian ketahui..?”.

Lalu Allah menyapa sang duta istimewa-Nya dengan sabda yang sangat lembut: “Alastu bi rabbikum…, bukankah Aku ini Tuhan-Mu wahai Adam…?”. Dengan masih terheran-heran, Adam yang baru saja keluar dari celupan Allah lalu menjawab dengan merendah-rendah: “Bala syahidna…, benar wahai Tuhan-Ku, aku bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan-Ku…!!!”. Dan sejak saat ini pulalah sebenarnya sebuah momentum awal ketuhanan telah dilepaskan, sehingga sampai kapanpun sang duta istimewa beserta keturunannya nanti akan selalu dan selalu diingatkan tentang persaksian awal ini.

Lalu Allah memberikan mandat pertama-Nya kepada Adam, sang duta istimewa-Nya, untuk menyampaikan aliran tahu yang masuk kedalam otak sang duta istimewa kepada para malaikat tentang apa-apa yang tidak mereka ketahui:

“Wahai duta-Ku, beritahulah para malaikat itu nama-nama…, pengetahuan-pengetahuan…!. Karena kepadamu telah kualirkan nama-nama dan pengetahuan itu melalui otakmu…!. Kabarkanlah kepada mereka, biar mereka bisa menyadari bahwa Akulah Sang Maha Tahu…!”.

Dengan tubuh bersimbah sinar Cahaya ILAHI, nurun ‘alaa nur, Adam lalu menyebutkan kepada para malaikat satu persatu aliran nama-nama dan pengetahuan yang dikucurkan oleh Allah kedalam otak beliau. Sehingga malaikat semakin terheran-heran saja atas kecerdasan sang duta istimewa tersebut. Dalam keterpukauan sang malaikat itu, dengan lembut kemudian Sang Wajah Meliputi melanjutkan sabda-Nya:

“Sujudlah kalian wahai malaikat-Ku…!. Sujudlah…, karena pada diri Adam itu ada tiupan dan liputan RUH-KU…!. Wahai malaikat-Ku, nafikanlah wujud Adam, fanakanlah wujud Adam, tiadakanlah esensi Adam itu, maka saat itu juga kalian akan menyadari bahwa yang ada semata-mata hanyalah RUH-KU…!, Maka sujudlah…!!”.

Lalu seketika itu juga sang malaikat dibukakan oleh Allah tabir (cover) yang menghalangi pandangannya, sehingga Adam lalu menjadi TIADA. Kini Yang ADA, Yang Wujud tinggal hanyalah semata-mata liputan dan tiupan RUH-Tuhan. Maka tiada lain yang bisa dilakukan oleh sang malaikat kecuali hanya sujud dan tersungkur dihadapan Adam.

Akan tetapi lho…, lho…, ternyata ada yang TIDAK SUJUD…!. Siapa dan ada apakah gerangan, sehingga ada yang tidak sujud, atau tepatnya tidak disujudkan kepada Adam ...?. Ada rahasia apa dibalik ketidaksujudan “yang tidak sujud” itu..??.

Bersambung (sumber: milis patrapmania)

Momentum Ketuhanan - 4

Demikianlah…, berbilang zaman berlalu. Proses penyempurnaan bumi berlangsung tanpa henti untuk dijadikan Tuhan sebagai “tanah harapan baru” bagi sang duta istimewa yang sebentar lagi akan diberikan mandat untuk menjalankan tugasnya. Proses pembentukan rumah peradaban itu berlangsung dengan sangat presisi sekali. Matahari, bumi, angin, dan air menjalani destiny-nya dengan sukarela. Semuanya tidak perlu bersusah payah sedikitpun, karena mereka semata-mata hanya bersandar kepada Gerak dan Daya Kreasi Tuhan.

“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (Al ‘araf 57)”

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. . (Al An’am 99)”

Ya…, air yang destiny-nya adalah untuk menebarkan aliran Rahmat Tuhan di muka bumi, ternyata benar-benar telah menjalankan tugasnya dengan sangat sempurna. Tetes-tetes air tersebut mampu membangunkan sebutir benih dari tidur panjangnya untuk menjalani takdirnya setelah sang benih disapa pula oleh sabda Tuhan-Nya:

“Kun… benih..!!!, datanglah kepada-Ku untuk-Ku jadikan kalian sebagai sarana-Ku untuk memberi makanan dan oksigen kepada duta istimewaku yang sebentar lagi akan kusapa pula dengan sabda-Ku. Datanglah dan bersedialah...!!!”.

Lalu sang benih dengan tepat bersandar kepada sabda KUN itu untuk kemudian FAYAKUN…!. Sang benih digerakkan oleh Gerak Penciptaan Tuhan menjadi batang, menjadi ranting, menjadi daun, menjadi bunga, menjadi buah dengan sangat tepat bagian perbagian. Lalu, pada masanya, sang benih yang telah menjulang tinggi menjadi pepohonan itu kemudian menjadi layu kembali, dan mati. TIADA, FANA. Bahkan disela-sela perjalanannya, sang benih yang selalu dihantar oleh gerak penciptaan Tuhan menjadi pepohonan itu masih saja menebarkan aliran rahmat berupa wangi harum dan segarnya oksigen dan sekaligus menyapu bersih carbon dioxida dari udara disekitarnya. Sehingga udara disekitar pepohonan itu, bahkan sampai keujung horizon, menjadi sangat ideal pula untuk nantinya didorong memenuhi paru-paru sang duta istimewa Tuhan yang keberadaannya tengah dipertanyakan oleh para malaikat.

Dan tak lupa pula sabda Tuhan menghampiri berbagai jenis hewan untuk datang dan patuh pula menjalani takdirnya. Ada yang terus menerus, tanpa henti, digerakkan untuk mengurai berbagai makhluk hidup lainnya dan tumbuhan menjadi tanah kembali setelah takdir sang makhlik hidup dan tumbuhan itu berakhir. Ada yang selalu digerakkan untuk menyerahkan hidupnya bagi santapan hewan-hewan lainnya. Sibuk sekali. Silih berganti, mati, hidup, dan tiada. Lalu muncul lagi yang lain untuk kemudian mati kembali.

Sungguh sebuah kesibukan yang amat sangat luar biasa dari Sang Maha Sibuk yang sedang mengatur dan menggerakkan kesemuanya itu dengan sangat teliti dan akurat dan berlangsung terus menerus pula, tanpa terhenti sedetikpun. Walaupun tengah diatur dan digerakkan terus menerus sedemikian rupa, akan tetapi matahari, bintang-bintang, bulan, dan bumi dengan segala isinya itu tidak pernah mengeluh sedikitpun, tidak pernah merasa capek, tidak pernah protes sekecil apapun atas peran yang telah mereka sandang sejak Momentum KUN menyapa mereka. Mereka semuanya memang seperti bersandar saja kepada Sabda KUN itu yang kemudian memutar sebuah Gerak Raksasa dan Kolosal. Satu gerak yang tidak bisa dipecah-pecah dan dibagi-bagi sedikitpun yang memegang dan menggenggam segalanya. Allahu Ahad……!!.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (al Baqarah 164).”

Demikianlah…., sebuah proses penyiapan dan penyempurnaan rumah peradaban di bumi untuk menyambut sang duta istimewa Tuhan telah berlangsung dengan sangat teliti sekali dan memakan waktu yang sangat lama pula. Dan…, hasilnya adalah sebuah maha karya agung yang penuh dengan suasana dan nuansa taman-taman syurgawi. Ada sungai-sungai yang mengalirkan beragam warna air didalamnya. Ada anak rusa yang berlarian ketakutan dikejar oleh sekumpulan serigala. Ada angin yang menghantarkan hujan untuk menegur benih yang tengah tertidur lelap, agar sang benih segera mengeliat dan meniti takdirnya ditengah senyuman hangat sang mentari. Sang benihpun menyambut tarian angin dan hembusan hangat nafas sang matahari itu dengan menjulurkan pucuknya menjulang tinggi menjangkau ujung langit. Tak lupa pula sang benih menyapa penghuni bumi dengan senyuman dan lambaian warna-warni bunga dan buahnya. Indah dan syurgawi sekali…!.

Begitu juga…, sekali-sekali dalam proses “finishing touch” rumah peradaban itu selalu ada gerak penciptaan, ada gerak penghancuran, ada gerak penciptaan kembali, dan seterusnya begitu. Semua diatur secara silih berganti dengan teknik yang sangat kolosal. Cakupan proses penciptaan dan penghancuran itupun bisa menjangkau area ribuan kilometer persegi luasnya, dan dampaknya pun sungguh memiriskan pemandangan dan rasa. Tsunami yang melanda negara-negara di seputar Samudra Hindia diakhir tahun 2004 yang lalu adalah salah satu contoh dari proses penghancuran itu yang terjadi didepan mata kepala kita.

“Semua itu adalah tanda-tanda bahwa ada Aku diatas kesemuanya itu. Akulah Yang mengatur semuanya…,

Aku lah pemilik kesemuanya itu…,

Akulah tempat bersandar segala sesuatu itu…,

Akulah yang menciptakan segala sesuatu,

dan Aku pulalah yang akan menghancurkan segala sesuatunya itu….

Adalah dari-Ku segalanya…, Aku…, Aku…!!”,

sabda Sang Wajah Maha Meliputi itu dengan keangkuhan dan kesombongan yang amat sangat…!!!.

Bersambung (sumber: milis patrapmania)

Momentum Ketuhanan - 3

GERAK KEPATUHAN, ASLAMNA…

“Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati". (Fushshilat 11).

Wajah Sang Meliputi itu lalu melepas Sabda dan Kehendak-Nya: “KUN (jadilah)… langit…!!, KUN (jadilah)… bumi…!!!”. Dan…, guncangan kalimat KUN itu telah merekahkan biji kehidupan alam semesta ini dengan kekuatan yang maha dahsyat dan tak terperikan. Lalu…, FAYAKUN (maka jadilah)…!!. Lalu berproseslah gumpalan “ASAP”, substansi yang TIADA arti dan tiada harganya sama sekali itu, menjadi langit dan bumi. Karena memang asap itu DATANG MENGHADAP dengan suka cita dan tergopoh-gopoh untuk kemudian BERSEDIA di mplek-mplek, diatur, disusun, dituntun, digerakkan, bahkan kalau perlu dihancurkan disana-sini lalu dibangun kembali menjadi bentuk-bentuk yang lebih sempurna oleh Sang Pemilik KUN. Yaa…, kepatuhan total tanpa reserve segumpal asap yang BERSEDIA untuk menjadi objek Tuhan, tempat Tuhan menorehkan kreasi-Nya yang tanpa batas.

“Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (Fushshilat 12).

Lalu sabda itu berlanjut bercabang dan bercabang tanpa henti: “Kun… bintang-bintang…!, Kun… matahari…!!!, Kun bulan… Kun……!!!”. Lalu FAYAKUN…!. Satu persatu mereka datang menyerahkan dirinya untuk bersedia dituntun dan diberi peran dengan sangat tepat oleh Sang Pemilik KUN.

Lalu Sang Pesabda meneruskan sabda-Nya:

“Wahai matahari, wahai bintang-bintang…, KUN…!. Aku-lah Yang Aku ini Sang Pemberi Cahaya bagi sebuah kegelapan total yang maha panjang. Datanglah kalian kepada-Ku wahai matahari dan bintang-bintang. Datanglah kepada-Ku untuk Ku-jadikan kalian semua sebagai KURIR-KU dalam menyampaikan cahaya-Ku bagi terlaksananya sebuah rangkaian kehidupan yang akan Aku anyam. Janganlah kalian khawatir. Aku-lah yang akan memberimu cahaya. Cahaya-Ku tidak akan pernah padam selamanya. Karena memang Aku-lah Sang Nurun ‘alan Nur, Cahaya diatas cahaya. Tegasnya…, Aku-lah Sumber dari segala cahaya. Tugas kalian wahai matahari dan bintang-bintang hanyalah untuk menyampaikan Cahaya-Ku kepada kegelapan, sehingga gelap itu berubah menjadi terang dan benderang. Dari-Ku cahaya itu. Kalian hanyalah sebatas meneruskan cahaya-Ku saja sekedar yang dibutuhkan oleh kehidupan makhluk-makhluk-Ku nantinya. Kemudian…, Aku pulalah yang akan memegang kalian agar kalian tidak bertabrakan satu sama lainnya. Ku-tentukan garis edar buat kalian semua agar kalian tidak usah bersusah-susah mengatur-atur diri lagi. Kalian hanya tinggal bersandar saja kepada-Ku, kepada Gerak-Ku. Selanjutnya Aku-lah yang akan sibuk. Karena memang Aku-lah Sang Maha Sibuk untuk mengatur segenap ciptaan-Ku. Rela sajalah kalian kepada-Ku…!”.

Lalu mataharipun tersenyum diufuknya, dan dengan sukarela serta sukacita pula, membiarkan dirinya dialiri oleh gerak milik Tuhan, cahaya milik Tuhan untuk kemudian meneruskan cahaya dan gerak itu buat menyinari bumi dengan segala isinya bagian perbagian. Habis gelap terbitlah terang…!.

Lalu Allahpun memegang matahari dan bumi sedemikian rupa sehingga sedikit sekali kemungkinan bagi satu sisi bumi untuk menjadi gosong, terpanggang oleh teriknya cahaya sinar matahari yang membakar, dan sedikit pula kemungkinan untuk bumi itu beku serta gelap total disisi yang lainnya. Cukup matahari sajalah yang gosong membara dialiri oleh aliran cahaya milik Tuhan. Sedangkan bumi memang tengah bersiap-siap pula menunggu sabda Tuhan untuk menjalani destiny-nya sendiri. Karena memang Allah tengah menyiapkan sang bumi untuk menjadi sebuah tempat yang cocok untuk ditempati oleh duta istimewa-Nya yang akan Dia “pamerkan” kepada para mailaikat-Nya sebentar lagi.

Untuk menyiapkan lahan bagi sang duta istimewa menjalankan tugas menganyam peradaban yang memang akan di bebankan pula kepada sang duta tersebut, maka sang bumi haruslah disuburkan-Nya, makanan haruslah di hamparkan-Nya, minuman haruslah dikucurkan-Nya. Karena Allah memang sudah menjamin bahwa Dia-lah yang akan sibuk mencukupi segala sesuatu yang akan menjadi bekal bagi sang duta istimewa menjalankan tugas sucinya.

Lalu sang Wajah Tunggal Yang Maha Meliputi melanjutkan titah Kun-Nya kepada angin agar segera bersedia pula menyerahkan diri dengan sukarela untuk menjadi kurir-Nya dalam menebarkan butiran-butiran air kepelosok-pelosok tanah dan bebatuan. Airpun, nggak mau kalah, dengan sigap sang air datang pula menyerahkan diri kepada Sang Penitah dengan sukarela untuk menjalankan tugas sebagai kurir-Nya mengantarkan aliran rahmat-Nya bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai tanaman, buah-buahan, sayuran, dan berjenis-jenis bebungaan….!!.

Bersambung (sumber: milis patrapmania)

Momentum Ketuhanan - 2

MOMENTUM AWAL…

Dari DIAM Abadi…

Sebelum ada segala sesuatu…,

Tidak ada rupa tidak ada warna…,

Yang ada adalah Wajah Tunggal Yang Meliputi…,

Kemudian Wajah Itu menarok Momentum Awal.

Melewati sebuah Kehendak yang Tegas:

“Aku ini perbendarahaan tersembunyi,

kemudian Aku ingin dikenal,

Kemudian Aku menciptakan makhluk-Ku,

Dengan Allah-lah mereka mengenal Aku…”. (hadist qudsi)

Dan…, sejak Kehendak ingin dikenal itu ditabuh oleh Sang Wajah Tunggal Maha Meliputi: “KUN (Jadilah)”, maka Momentum Awal untuk sebuah proses penciptaan Maha Raksasa segera menggelinding tak tertahankan: “FAYAKUN (maka Jadilah)”. Dan proses terbentuknya pohon kejadian demi kejadian itu TEPAT berada dalam Liputan Wajah-Nya, Liputan Dzat-Nya, sehingga secara otomatis dan tepat pula semua itu berada dalam liputan Sifat-Nya, Kekuasaan-Nya, Kekuatan-Nya, Pengetahuan-Nya. “Adalah dari Aku kesemuanya itu…!”, kata-Nya dengan Angkuh.

Lalu agar supaya kita tidak lupa akan liputan dan peran Sang Maha Meliputi tersebut atas semua ciptaan-Nya, maka Dia lalu meninggalkan dua buah catatan kecil di dalam Al Qur’an yang memang diharapkan akan bisa menjadi peta bagi kita umat manusia ini dalam menjalani hidup kita. Catatan kecil itu adalah: “…Sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu (Al Fushilat 54)”. “…Dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu (An Nissa 126)”.

Lalu segala sesuatunya tumbuh dan bermunculan dari Liputan Wajah Sang Meliputi itu untuk membentuk Kreasi-kreasi yang tak terbatas dalam bentuk peradaban demi peradaban lengkap dengan segala pernik-perniknya. Dan kesemuanya itu berlangsung dalam jangka waktu yang tak henti-hentinya pula. Fajar telah merekah bagi sebuah kesempurnaan Maha Kreasi dari Sang Maha Kreator Tunggal, ALLAH …!.

Lalu segala sesuatunya itu, sebutlah apapun juga, haruslah tunduk dan patuh, suka ataupun tidak, rela ataupun tidak, kepada Dzat Yang Maha Meliputi itu. Ya…, segala sesuatunya itu HARUSLAH TAKLUK untuk digerakkan SEARAH dengan Kehendak Allah, Sang Maha Kreator. Keharusan takluk segala sesuatu kepada alunan Kehendak Gerak Allah ini kemudian dalam istilah agamanya disebut dengan “IKUT SUNATULLAH”. Bumi ikut mau-Nya Allah, Air ikut mau-Nya Allah, Tumbuhan ikut mau-Nya Allah, Jantung ikut mau-Nya Allah, Nafas ikut mau-Nya Allah, Darah ikut mau-Nya Allah. Ya…, alam semesta ini, semuanya, termasuk tubuh kita ini ternyata ikut mau-Nya Allah, takluk kepada Allah. Makanya kalau kita, atau siapa sajalah, ingin coba-coba melawan alam, merusak alam, menghancurkan alam, merusak jantung, mencemari paru-paru, mengacaukan aliran darah, maka itu sama saja artinya kita tengah melawan dan menantang Allah. Dan akibatnya pastilah kita akan dilibas oleh alam dan tubuh kita itu sendiri. Ya…, kita akan dihancurkan oleh alam itu, kita akan disiksa oleh jantung, kita akan dirongrong oleh paru-paru dan aliran darah kita. Karena memang alam dan tubuh kita ini bawaannya (fitrahnya) adalah akan selalu persis sama dengan Fitrah Tuhan. Semua berada dalam kepatuhan mutlak (the ultimate obedience) atas Kehendak dan Kendali Gerak Tuhan….!!!.

Bersambung (sumber: milis patrapmania)

Momentum Ketuhanan 1

SEKEDAR PEMBUKA…

Pada bagian yang lalu kita telah membahas cukup lengkap mengenai kulit bawang spiritualitas yang isinya antara lain mengupas fenomena-fenomena spiritualitas yang banyak beredar dalam masyarakat sampai menemukan spiritualitas hakiki yang bukan lagi berada dalam tataran “kulit bawang”, kemudian ditambah pula dengan artikel “Antara Asyik, Nikmat, dan Bahagia”. Spiritualitas hakiki itu ternyata hanyalah sebuah sikap keseharian kita dihadapan Tuhan yang bisa diringkas sebagai seorang hamba yang bersedia untuk memakai baju “sikap berketuhanan”, sehingga yang muncul adalah “TUNTUNAN DARI TUHAN” yang dalam bahasa sehari-harinya disebut juga sebagai ISTI’ANAH, NASTA’IN yang selalu saja kita mohonkan secara berulang-ulang dalam setiap raka’at shalat kita: “Iyya-Ka na’budu wa iyya-Ka nasta’in (kepada-Mu wahai Tuhan kami menyembah dan kepada-Mu wahai Tuhan kami minta pertolongan dan tuntunan)”.

Nah…, pada bagian ini kita akan coba mengupas lebih dalam lagi tentang tuntunan dari Tuhan ini dengan mengambil beberapa analogi yang muncul dalam keseharian kita yang kemudian saya istilahkan dengan MOMENTUM KETUHANAN. Dalam membahas momentum ketuhanan ini marilah sejenak kita mencoba melihat Hukum Tuhan (sunatullah) yang paling sederhana dalam Ilmu Fisika, yang berhasil diamati (di-intidzar) oleh Newton sehingga orang yang tercover lalu menamakannya sebagai Hukum Newton, yaitu tentang perubahan Impuls dan Momentum yang dialami oleh sebuah benda akibat gaya-gaya yang mengenai benda itu. Dimana apabila pada sebuah benda bekerja impuls gaya, maka benda itu akan dapat mengalami perubahan momentum pula. Begitu juga sebuah benda diam akan tetap diam, atau benda yang bergerak beraturan akan tetap bergerak beraturan jika tidak ada sejumlah gaya lain yang bekerja pada benda tersebut.

Contoh nyata peristiwa gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda ini dalam kehidupan kita sehari-hari dapat kita amati pada sebuah kendaraan. Mobil, misalnya, yang pada awalnya diam akan tetap saja diam selamanya jika tidak ada gaya atau daya lain yang bekerja padanya yang bisa membuat mobil tersebut beranjak dari tempatnya semula. Mobil itu lembam ditempatnya. Begitu juga, mobil yang sedang berjalan akan tetap berjalan jika tidak ada tahanan dari arah berlawanan yang datang dari hembusan angin, kasarnya aspal jalanan, atau injakan pedal rem yang menahan laju mobil tersebut. Agar supaya mobil itu tetap dapat berjalan dengan kecepatan tertentu, maka perlu daya lain yang ditimbulkan dari injakan pedal gas yang akan menyebabkan percepatan tertentu pula pada jalannya mobil tersebut sehingga mobil bisa berjalan pada kecepatan tertentu yang diinginkan.

Kemudian ketika mobil tersebut berjalan kedepan, maka mobil itu dikatakan sedang bergerak menuju “ketempat yang dituju”. Mobil itu sedang didorong oleh sebuah daya atau gerak untuk mencapai arah tertentu yang dituju, misalnya RUMAH atau KANTOR tempat kita bekerja. Artinya mobil itu tengah menuju kearah tujuan YANG BENAR. Ketika mobil mengarah ke rumah atau arah yang dituju itu, maka kita bisa membawa mobil tersebut dengan sikap yang sangat rileks, nyaris tanpa beban sedikitpun. Stir mobil bisa kita pegang walau hanya dengan memakai satu tangan saja, atau bahkan bisa juga dengan sentuhan satu jari tangan saja. Sopir pun bisa menyetir mobil tersebut sambil menikmati sebatang rokok yang menyelip dibibirnya. Santai sekali.

Sebaliknya, saat mobil itu berjalan mundur kebelakang, maka mobil itu artinya tengah bergerak menjauh dari tempat yang dituju. Taroklah mobil itu memang harus mundur dulu, karena mobil itu sedang parkir, akan tetapi mundurnya mobil itu tetap dikatakan orang bahwa mobil itu bukan sedang menuju arah tujuan yang sebenarnya. Ya…, mobil itu sedang dikuasai oleh daya atau gerak untuk menjauh dari tujuan yang seharusnya. Sang sopirpun akan terlihat agak kerepotan saat mengontrol mobil yang berjalan mundur tersebut. Sang sopir tidak rileks lagi. Dia harus berkali-kali melihat kiri dan kanan sambil merasa was-was jangan-jangan mobilnya menabrak tembok atau mobil lainnya. Akan terasa sekali tidak rileksnya sang sopir ketika memundurkan mobil itu. Kecuali kalau mobilnya adalah mobil VW Kodok atau VW Kombi yang bagian belakangnya dibalik dan modifikasi menjadi bagian depan.

Jangankan menyetir mobil ketika mundur, saat kita menyetir mobil dalam sebuah kemacetan lalu lintas pun sangat terasa sekali capeknya. Apalagi kalau mobilnya itu adalah mobil manual dan umurnya sudah tua pula. Kaki capek, tangan capek, leher capek untuk tengak-tengok kiri-kanan. Suasana menyetir di jalanan macet ini akan sangat berbeda sekali dengan menyetir di jalan bebas hambatan, apalagi yang lengang. Dijalan tol ini orang bisa menyetir dengan santai, rileks, dan bahkan tak jarang pula sampai tertidur sehingga menimbulkan kecelakaan lalin.

Nah…, analogi gerak maju atau mundurnya mobil seperti diatas dapat kita pakai untuk memahami bagaimana sebenarnya Momentum Ketuhanan itu bekerja pada diri kita. Mari kita mulai mengupasnya secara perlahan-lahan saja.

Bersambung

(sumber: milis patrapmania)

Momentum Ketuhanan - 14

Begitulah…, ternyata hidup ini, hanyalah proses dimana kita bergerak dari satu peristiwa emosional ke peristiwa emosional yang lainnya. Dari senang, lalu beralih ke sedih, kadang-kadang marah, adakalanya jijik, di lain waktu marah pula, sekali-sekali takut, dan kembali lagi ke rasa senang. Mengalir silih berganti dan terbolak balik dari waktu kewaktu. Suasana emosi yang berubah-ubah ini dalam bahasa Arabnya disebut juga dengan istilah QALB (si bolak balik). Untuk menerangkan sifat saja sebenarnya istilah QALB (QALBU, HATI dalam bahasa Indonesia) itu. Sedangkan bentuk fisiknya ya…, seluruh DADA kita itulah, yang dalam bahasa Arabnya disebut dengan SUDUR…!.

Makanya tatkala otak kita hanya dijejali dengan file-file suasana yang sedih-sedih saja terus menerus, ketika suatu saat kita dihadapkan kepada sebuah permasalahan yang rumit dan sulit, kita akan lari ke suasana sedih itu kembali, sehingga kita akan kembali menangis dan meraung-raung tak terkendali.

Sering kita perhatikan di sekeliling kita, misalnya, saat seseorang kehilangan anak yang dicintainya, mati, maka dia akan menangis hebat dan meronta-ronta tak terkendali. Bahkan malah ada yang sampai pingsan segala karena tidak kuat menahan kesedihannya. Dan jika kemudian dia dihadapkan kepada masalah-masalah berat lainnya, maka dia akan kembali masuk ke ruangan rasa sedih itu yang telah tersimpan di otaknya dan telah diperkuat pula dari waktu ke waktu setiap kali dia mengalami permasalahan hidup. Sedih terus. Orang yang terlalu sering berada dalam ruangan sedih itu, dan dia tidak bisa keluar lagi dari sana, maka adakalanya syaraf-syaraf otaknya tidak kuat menahan daya rusak rasa kesedihan itu, sehingga dia kemudian menjadi Gila.

Begitu juga, ketika file suasana emosi puncak yang ada di ruangan otak kita adalah suasana marah, marah dan marah…. Maka setiap kita dihadapkan kepada permasalahan hidup, kita akan lari dan lari lagi masuk ke ruangan suasana marah tersebut. Beda pendapat sedikit saja, marah-marah. Dilihat orang dengan tak sengaja saja, marah-marah. Beda konsep saja marah-marahan. Dan marah yang berkepanjangan, seperti halnya juga takut, jijik, dan terkejut berkepanjangan, dan kita tidak berhasil keluar dari ruangan suasana-suasana itu tadi, maka kita akan disiksa oleh rasa-rasa itu tadi. Bisa-bisa kita gila pula dibuatnya.

Oleh sebab itu hatilah-hati pulalah kita dalam menyimpan file-file suasana hati itu di dalam otak kita. Sering-seringlah kita berada di wilayah suasana rasa berbahagia yang ruangannya adalah sangat luas. Sehingga begitu kita jatuh ke ruangan yang sempit, yaitu rasa sedih, rasa takut, rasa marah, maka kita akan segera tahu, dan kita lalu buru-buru untuk mencari tahu tentang bagaimana caranya untuk masuk ke ruangan bahagia yang begitu luasnya. Dan dari keluasan wilayah bahagia itu, dengan leluasa kita akan bisa MERAHMATI rasa sedih, rasa takut, rasa marah itu untuk menghasilkan hal-hal yang bermanfaat.

Proses untuk merahmati suasana-suasana emosional ini disebut juga dengan proses TADZKIYATUN NAFS, peristiwa Penyucian Diri (Jiwa), yang akan diuraikan pada bagian lain. Yang intinya adalah bagaimana caranya agar DADA kita bisa berada dalam suasana lembut, cair, hidup, dan luas yang bukan disebabkan oleh karena pengaruh benda-benda ataupun alam-alam ciptaan lainnya, ataupun usaha-usaha kita untuk melembutkannya. Akan tetapi kelembutan dada itu lebih disebabkan oleh karena semata-mata adanya rahmat dari Tuhan.

Subhannallah…!.

2. Tugas kita yang ketiga sebenarnya cukup sederhana saja, akan tapi dalam kesederhanaan itu terkandung muatan yang sangat menentukan pula atas peran yang akan kita ambil dalam merangkai peradaban ini. Tugas itu adalah: “untuk menjaga agar kita TIDAK mengotori FARJI kita dengan perbuatan zina dan perbuatan-perbuatan maksiat yang sejenisnya”. Karena farji kita ini ternyata adalah Baitullah, Rumah Tuhan yang SUCI sebagai tempat Tuhan mengembangbiakkan umat manusia. Jadi kerjaan kita ini hanyalah untuk menjaga Rumah Allah yang suci ini agar tetap terjaga kesuciannya sepanjang masa. Simple saja bukan…?.

Namun begitu, percayalah, bahwa dalam tugas yang kelihatannya sangat sederhana ini pulalah umat manusia ini banyak, sangat banyak malah, yang keliru dan terperosok ke dalam lumpur kemaksiatan. Kita keliru dalam menempatkan Daya Kehendak Suci Tuhan yang mengalir ke dalam farji kita itu ke alamat yang tidak semestinya, yaitu kepada yang selain suami atau istri (istri-istri, bagi yang berpoligami) kita.

Sekali kita keliru dalam penempatan daya penciptaan manusia ini, maka file tentang kekeliruan dan penyelewengan itu akan disimpan pula di dalam otak kita. Dan file ini secara teratur akan kembali di retrieve pada waktu-waktu dimana daya kehendak Tuhan untuk menciptakan manusia kembali mengaliri farji kita. Begitu daya itu muncul, maka file yang ada di otak kita dipanggil. Ada cara seperti apa yang ada di sana untuk memenuhi kehendak itu. Kalau file yang dominan menyatakan bahwa pemenuhan dengan cara maksiat jauh lebih menimbulkan sensasi dari pada cara dengan pasangan kita yang sah, maka seketika itu juga kita akan didorong Tuhan untuk bermaksiat lagi. Kita seperti punya daya lebih untuk bermaksiat itu. Terus begitu…, sehingga jadilah kita menjadi ahli maksiat.

Kalau sudah begini, maka kiamat, atau paling tidak prahara, keluarga pastilah akan segera terjadi. Nggak perlu lama-lama kok untuk terjadinya kehancuran keluarga itu. Segera…!.

Selesai

Wassalam
(sumber: Milis Patrapmania)

Momentum Ketuhanan - 13

2. Tugas kedua kita yang tak kalah pentingnya adalah: bagaimana agar kita bisa menjaga OTAK kita ini untuk tidak dimonopoli oleh file-file pemikiran dan persepsi yang amburadul, ngeles, ruwet, murahan dan rendahan yang hasilnya juga pasti akan membawa kita sendiri maupun orang lain kepada keburukan, keangkaramurkaan, dan kesengsaraan. Boleh memang kita tahu tentang persepsi yang rumit-rumit maupun yang rendahan sekalipun, akan tetapi jadikanlah kesemuanya itu hanya sebagai bahan pembanding saja.

Isilah otak kita dengan file-file segala pengetahuan yang memenuhi pojok-pojok jagad raya ini. Kita bebas saja memilih mana-mana yang ingin kita pakai sebagai bekal kita dalam menjalankan fungsi kekhalifahan kita di muka bumi ini. Amatilah seluk beluk alam semesta ini. Bacalah angin, gunung, segala tumbuhan, dan binatang berjasad renik sampai dengan dinosaurus. Telitilah cahaya, unsur-unsur, atom, proton, netron, dan gaya-gaya yang memegang alam semesta ini. Galilah perut gunung, telusurilah lembah yang terdalam dan panjatlah puncak dunia yang penuh dengan tebaran ratna mutu manikam. Tengok pulalah diri kita sendiri, tubuh kita, dada kita, otak kita, jantung kita, darah kita, jiwa kita yang memang sangat sempurna ini. Ternyata semuanya adalah ayat-ayat Tuhan, tulisan Tuhan, omongan Tuhan dengan cara yang sangat pasti dan sangat jelas sekali. Semua tidak ditutup-tutupi Tuhan sedikitpun.

Juga…, saat kita bingung dengan berbagai masalah kesehatan, perekonomian, kebudayaan, atau masalah peradaban lainnya, maka Tuhan pun akan menjawabnya dengan jawaban KEKINIAN. Selalu ada jawaban Tuhan buat mengobati kegundahan kita atas peran peradaban yang sedang kita jalankan. Dan jawaban Tuhan itu PASTI SELALU BARU, up to date, sesuai zaman, dan selalu lebih baik dari solusi-solusi masa lalu yang telah Dia beritahukan sebelumnya. Tidak mungkinlah Dzat Abadi, Yang Maha Terdahulu dan Maha Terakhir, ALLAH, akan memberikan jawaban yang OBSOLET untuk masalah-masalah yang kita hadapi saat ini dan yang akan datang. Nggak lah…!.

Misalnya, saat kita bingung tentang masalah catat-mencatat ketika kita bermu’amalah seperti yang diperintahkan Tuhan secara sederhana dalam surat Al Baqarah ayat 282, yang ternyata semakin rumit saja karena volume dan intensitasnya yang meningkat sangat luar biasa, maka Tuhan lalu mengalirkan jawaban demi jawabannya ke dalam otak kita. Jawaban Tuhan itu adalah dalam bentuk pengertian-pengertian yang kemudian melahirkan ilmu akunting, ilmu hukum, ilmu komputer, ilmu sosial, dan sebagainya.

Begitu pun dengan masalah-masalah kita yang lainnya, Tuhan akan tetap menjawab setiap permasalahan kita itu dengan mengalirkan pemahaman demi pemahanan baru ke dalam otak kita. Sehingga kemudian lahirlah berbagai ilmu pengetahuan. Ilmu aordinamika, ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu biologi, ilmu kedokteran, ilmu perdagangan, dan ilmu sosial, adalah sedikit saja dari sekian banyak ilmu-ilmu pengetahuan yang dihamparkan Tuhan yang bebas kita punguti sesuai dengan peran yang akan kita pilih sebagai bekal kita untuk mewujudkan kehendak demi kehendak yang ditarok Allah ke dalam dada kita.

Dengan bekal file-file ilmu pengetahuan inilah kita akan menentukan peran seperti apa yang akan kita jalankan sebagai khalifah Tuhan di muka bumi ini. Kehendak demi kehendak misalnya untuk berkarya, untuk membangun, untuk bisa memberi manfaat bagi orang lain, dan berbagai kehendak universal lainnya, baru akan terwujud kalau ada file tentang cara-cara pelaksanaannya di dalam otak kita.

Untuk memenuhi kehendak pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan, misalnya, ada orang yang file di dalam otaknya berisikan cara-cara berdagang, atau menjadi dokter, atau menjadi ahli hukum, atau dengan cara-cara buruk lainnya seperti mencuri, korupsi, merampok, dsb. Nanti… berdasarkan file cara-cara yang ada di dalam otak kita inilah kita akan didorong oleh Tuhan ketika kita ingin memenuhi kebutuhan hidup kita.

Oleh sebab itu hati-hatilah kita dalam memasukkan file-file cara dan metoda menjalani kehidupan ini ke dalam otak kita. Karena…, begitu suatu cara kita masukkan ke dalam otak kita dan kita binding pula kepada cara tersebut, maka saat itu juga kita sebenarnya tengah memilih peran yang akan kita jalankan dalam kehidupan kita ini. File-file pengetahuan itulah yang akan menentukan peran peradaban seperti apa akan kita pilih.

Nah…, siapapun yang berhasil membaca kalimat-kalimat Tuhan, bahasa dan omongan Tuhan yang digeletakkan Tuhan begitu saja di sembarangan tempat di alam semesta ini, maka dialah yang yang akan menguasai dunia ini. Dia akan menguasai peradaban. Sedangkan siapa pun yang LALAI, siapapun yang tidak mau membaca (IQRAA) bahasa dan omongan Tuhan, walau hanya di sebatang pohon pisang sekali pun, maka dia akan menjadi penonton saja, atau paling tinggi dia hanya akan menjadi pengekor saja dalam menyusun peradaban umat manusia ini. Kasihan sekali sebenarnya…!.

Yang tak kalah pentingnya berkenaan dengan file yang harus kita simpan di dalam otak kita adalah file tentang RASA HATI (SUASANA, HAL, KEADAAN) yang mengalir di dalam DADA kita dalam merespon suatu aktivitas yang kita lakukan maupun peristiwa-peristiwa yang menimpa diri kita. Rasa-rasa itu, yang dinamakan orang juga sebagai suasana emosi seseorang, adalah rasa bahagia, sedih, jijik, takut, marah, dan terkejut. Inilah yang disebut sebagai enam bentuk emosi dasar umat manusia yang sangat universal. Siapa pun akan dapat merasakannya tanpa terkecuali.

Ketika kita membantu orang lain, kemudian ada rasa bahagia yang mengalir di dalam dada kita yang kalau dibahasakan bisa saja disebut sebagai rasa senang, simpati, empati, cinta, atau apa sajalah istilahnya, maka rasa bahagia itu lalu disimpan di dalam otak kita untuk kemudian di retrieve dan dialirkan kembali kedalam dada kita tatkala kita membantu orang yang lainnya lagi.

Hal yang sama juga akan terjadi seperti itu untuk peristiwa emosional yang lainnya. Ketika kita beraktivitas atau dikenai sebuah aktivitas, lalu ada suasana berupa rasa sedih yang mengalir ke dalam dada kita yang pada puncaknya bisa saja membuat kita menangis, maka suasana sedih itu akan disimpan pula di otak untuk dimanfaatkan di lain waktu. Rasa jijik, takut, marah dan terkejut yang muncul di dada kita yang ekpresinya sangat jelas di wajah kita, dan puncaknya juga bisa menimbulkan rasa tangis, juga akan berulang di lain waktu sebagai respon terhadap apa-apa yang kita lakukan berikut-berikutnya.

Kejadian pengambilan ulang file-file suasana-suasana RASA HATI ini persis sama dengan proses saat kita makan jeruk nipis yang sangat asam. Cuma alat yang dipakai saja yang berbeda. Kalau untuk merasakan masalah-masalah emosional alatnya adalah DADA, maka untuk menyicipi rasa suatu benda alatnya adalah LIDAH. Makanya…, sekali kita makan jeruk nipis, dan lidah kita dapat merasakan sentuhan rasa asamnya, maka di lain waktu kita akan bisa memanggil kembali rasa asam itu walau hanya dengan sekedar melihat orang lain yang memakan atau mengupasnya. Iiiicchh…, ngiler juga !.

Bersambung (sumber: milis patrapmania)

Momentum Ketuhanan - 12

Andaikan kehendak yang ditarok di dada kita itu adalah kehendak untuk berbuat baik, dan pemenuhan kehendak itu mengarah pada perbuatan TAQWA, maka dada kita yang sudah lembut tersebut akan dibuat bahagia, sehingga orang yang bekerja dengan berbahagia akan dialiri oleh DAYA BAHAGIA itu. Kita tidak capek, tidak lelah, tidak terpaksa sedikitpun dalam melaksanakan kehendak itu. Kita akan bekerja dengan semangat dan kekuatan penuh. Motivasi kita akan membakar semangat siapapun juga dalam upaya mewujudkan kehendak itu. Sungguh…!, bisa bersandar pada daya kebahagiaan itu merupakan salah satu anugerah yang terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita. Dan orang yang berbahagia, tidak mungkinlah dia akan berbuat fujur, atau tidak baik. Dia akan terpisah dengan perilaku tidak baik itu tanpa membutuhkan tenaga sedikitpun. Suasana seperti ini disebut juga dalam istilah agamanya dengan suasana di TUNTUN, di I’ANAH. Suasana pengharapan kita disetiap shalat kita: “Iyyaa ka na’ budu wa iyya ka nasta’in”.

Begitupun sebaliknya…, tatkala sebuah kehendak yang tidak baik tiba-tiba muncul juga di dalam dada kita yang sudah hidup dan lembut itu, dan pelaksanaan atas kehendak itu mengarah kepada perbuatan FUJUR, maka seketika itu juga akan muncul rasa tidak enak yang mengalir ke dalam dada kita. Rasa tidak enak inilah yang kemudian yang akan menyadarkan kita bahwa saat itu sebenarnya kita tengah didorong oleh Tuhan menjauh dari-Nya, sehingga kita buru-buru berlari mengarah kembali ke Allah (taubat) dan berdialog dengan-Nya:

“Ya Allah…, ada apa ini ya Allah kok saya di dorong mengarah kepada kefujuran seperti ini….??,

Apa ada yang keliru pada saya saat ini ya Allah…?.

Tuntunlah saya kembali kearah ketaqwaan ya Allah, dan rahmatilah kehendak yang muncul di dada saya ini ya Allah…!”.

Lalu kita diam, menunggu respon dan jawaban Allah atas keheran-heranan kita itu.

Karena kita berlari kembali (taubat) kearah Allah Yang Maha Hidup untuk minta kejelasan dan petunjuk, maka biasanya respon Allah itu adalah berupa ditahannya kita (DI ISYMAT) dari perbuatan fujur itu, untuk sebaliknya kita di dorong kembali kepada pemenuhan kehendak tadi dengan cara-cara yang dikategorikan sebagai perbuatan taqwa. Berpindahnya dorongan dari kefujuran menjadi dorongan kearah ketaqwaan tadi itu terjadi begitu cepatnya, seketika, yang dalam istilah agamanya disebut sebagai suasana di beri BURHAN, di CERAHKAN, di RAHMATI. Daya hasil pencerahan ini begitu besarnya, sehingga kita tinggal bersandar saja kepada daya itu untuk keluar dari dorongan kefujuran. Dan dengan daya itu jugalah kita bersandar untuk melakukan perbuatan ketakwaan dengan tanpa bersusah-payah sedikitpun.

Suasana serba di isymat ketika kita menghindari perbuatan buruk maupun di isti’anah ketika kita melakukan perbuatan baik, TIDAK akan pernah kita rasakan sedikitpun tatkala dada kita ini KERAS MEMBATU. MATI…!. Kalau sudah begini, maka sebenarnya saat ini juga kita tengah meniti sebuah tragik hidup yang sangat menyedihkan. Betapa tidak…, early warning system yang seharusnya sejak awal-awal memberikan sinyal peringatan dini agar kita tidak terperosok ke jurang keangkaramurkaan perbuatan fujur, malah tidak berfungsi sama sekali. Macet…!. Akibatnya…, sungguh mengerikan…!.

Akibat itu misalnya…, ketika ke dalam dada kita yang sudah membatu dan mati itu ditarok sebuah kehendak, dan untuk pemenuhan kehendak itu kita didorong pula kearah perbuatan fujur, misalnya perbuatan maksiat, maka tidak sedikitpun kita bisa menghindar dari pelaksanaan perbuatan fujur itu. Tidak ada rasa malu dan tidak pula sedikit pun muncul rasa bersalah ketika kita melakukan perbuatan fujur itu. Seperti ada daya yang sangat kuat yang mendorong kita ketika kita melakukan perbuatan fujur itu, dan kita seperti bersandar saja kepada daya itu. Malah anehnya lagi ada pula rasa nikmat yang muncul mengiringi pelaksanaan perbuatan fujur itu. DUAAR…!. Maka terjadilah perbuatan maksiat itu dengan segala akibatnya yang biasanya sangat merepotkan sekali. Tersiksa sekali. Dan perbuatan maksiat itu akan kita lakukan lagi…, lagi…, lagi…, dan lagi…!. Seperti tak henti-hentinya kita di dorong untuk silih berganti melakukan satu perbuatan maksiat ke perbuatan maksiat lainnya.

Tragik hidup ini akan bertambah buruk lagi tatkala kita tengah di dorong untuk melakukan perbuatan fujur itu, kita tidak sedikitpun bisa menghindarinya. Walaupun, misalnya, ada rasa menyesal atau rasa ingin berbalik arah untuk kembali kepada perbuatan TAQWA, akan tetapi untuk kembali menjadi baik itu alangkah sulitnya, kalau tidak mau dikatakan tidak bisa. Kita seperti dihalangi Tuhan untuk menjadi baik, karena memang saat itu kita tengah dituntun untuk menjadi tidak baik. Semua itu terjadi karena kita didorong Tuhan menjauh dari Tuhan sendiri akibat dari berpalingnya kita dari Dia. Sehingga dengan daya dorong dari Tuhan itu, kita menjadi lancar sekali dalam melakukan perilaku ketidakbaikan itu. Lancar tapi bermasalah, karena kita memang didorong Allah kepada perilaku yang bertentangan dengan FITRAH…!.

Logis sekali sebenarnya hubungan sebab akibat diatas. Karena memang Tuhanlah yang menarok setiap kehendak ke dalam dada kita, karena memang Dia adalah Sang Maha Berkehendak. Dan Tuhan pulalah yang memberikan setiap daya kepada kita untuk mewujudkan kehendak itu. “Laa haula wala quwwata illa billah…, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan sebab adanya DAYA dan KEKUATAN dari Allah”.

Daya dan kekuatan dari Allah itulah yang kemudian mengalir ke dalam OTAK kita untuk kemudian otak melakukan proses koordinasi yang sangat unik agar kehendak itu bisa terlaksana. Dengan menyisir kumpulan file pengetahuan yang sudah ada di dalam otak, kita kemudian mampu menyusun logika-logika, rencana-rencana, cara-cara, metodologi, gerakan-gerakan, mobilitas, dan berbagai kegiatan lainnya untuk mewujudkan kehendak tadi menjadi kenyataan. Proses terstruktur seperti ini dalam istilah agamanya disebut sebagai kegiatan MAKAR.

Tatkala daya-daya itu mendorong kita kearah kefujuran, maka logika yang keluar dari otak kita juga adalah logika-logika yang mendukung agar perbuatan fujur itu bisa terlaksana dengan mantap. Alasan-alasan, uraian-uraian, dan dalil-dalil yang muncul juga sangat meyakinkan sekali dan dengan kualitas seorang pakar pula. Bahkan ayat-ayat kitab suci pun bisa pas dan cocok pula dilekatkan pada logika-logika tersebut yang sebenarnya hanyalah alasan untuk NGELES saja. “Ha… ha… ha…, kutipu kau…!”, kata kita di dalam hati kepada masyarakat yang terkagum-kagum dengan logika-logika ngeles tersebut.

Sebaliknya…!. Ketika daya itu mendorong kita ke arah perbuatan baik dan taqwa, maka logika yang lahir pun adalah logika-logika yang cemerlang. Kita seperti bisa melihat hubungan keterikatan yang sangat indah diantara titik-titik logika, anyaman pengetahuan, dan kumpulan pengertian yang ada di alam semesta ini. Subhanallah…, Laa ilaha illa anta…!!.

Dan sebagai alat peringatan dini untuk membedakan perbuatan itu apakah bersifat fujur atau taqwa, dibutuhkan dada yang hidup dan lembut. Karena dada yang mati dan keras membatu tidak akan pernah bisa sedikitpun untuk memilah-milah mana sinyal untuk perbuatan taqwa dan mana yang untuk perbuatan fujur. Dada yang mati akan menerjemahkan taqwa dan fujur itu dengan cara yang keliru. Perbuatan baik dikiranya tidak baik, sebaliknya perbuatan buruk ditangkapnya sebagai sinyal perbuatan baik. Terbalik-balik memang, dan buahnya pun hanyalah munculnya rasa capek, rasa terpaksa, dan rasa tersiksa yang berkepanjangan…!. Anehnya walaupun kita tahu semua itu adalah salah, terbalik-balik dan membuat kita capek pula, akan tapi kita tidak berdaya apa-apa untuk merubahnya…

Bersambung (sumber: milis patrapmania)

Momentum Ketuhanan - 11

MENJAGA RUMAH KUN…

Demikianlah, generasi demi generasi berlalu. Adam pun berhasil mewariskan tongkat estafet sebagai Duta Istimewa Tuhan kepada anak keturunannya. Kita pun, masing-masing sebagai keturunan Adam, tidak dapat menghindar sedikit pun dari destiny kita sebagai penerus tongkat estafet itu. Suka atau tidak suka, kita memang sudah diwariskan oleh Adam tanggung jawab untuk menyemai peradaban di muka bumi yang kita pijak dan di langit yang kita junjung ini.

Tuhan pun, sebagai Dzat Yang Maha Sibuk, telah dan akan selalu MEMFASILITASI segala sesuatunya yang dibutuhkan sang duta-duta istimewa-Nya itu dalam menjalankan tugasnya. Umat manusia yang sudah berkembang biak dengan kecepatan yang sangat mengagumkan ini, dengan TELATEN tetap disapa oleh Tuhan dengan sabda-Nya: “Kun…, Kun…, Kun…, jadilah…,”, lalu tak tertahankan “Fayakun…, maka jadilah…!”.

DAYA sapaan KUN dari Tuhan itu mengalir melintasi zaman dengan smooth, unstopable, dan predictable ke Rumah Kun yang berada di dada, di otak, dan di farji anak cucu Adam. Sehingga DADA umat manusia itu akan selalu penuh dengan berbagai “kehendak” untuk membangun, menganyam, merangkai, dan merombak peradabannya sendiri. Begitu juga…, OTAK manusia itu akan selalu PENUH dan RAMAI dengan berbagai rencana, logika, strategi, teknis, dan pengaturan lainnya agar semua kehendak membangun peradaban yang telah dialirkan Tuhan kedalam dada umat manusia itu bisa terlaksana. Dan…, FARJI anak Adam itu juga akan selalu GAGAH PERKASA dalam memenuhi kehendak Tuhan untuk memancarkan jutaan benih yang akan melahirkan generasi-generasi baru umat manusia sebagai penerus tongkat estafet duta istimewa Tuhan.

Nah…, tugas kita, sebagai anak cucu Adam, ini sebenarnya sangat sederhana saja, yaitu:

1. Tugas pertama dan utama kita adalah: bagaimana agar kita tetap bisa menjaga KELEMBUTAN DADA kita setiap saat, sehingga kita bisa memonitor kehendak Tuhan yang mengalir masuk ke dalamnya. Dada yang lembut pastilah bisa merasakan dan membedakan bahwa saat ini kita SEDANG didorong oleh Allah kearah perlaku FUJUR atau kearah perilaku TAQWA…?!.

Indikatornya juga sangat sederhana sekali. Cobalah AMATI dada kita. Saat kita tengah didorong oleh Allah ke arah perilaku FUJUR, yang sebabnya adalah karena kita berpaling dan melupakan Allah, bisakah saat itu juga kita merasakan adanya rasa sakit, rasa tersiksa, rasa tidak enak yang mengiringi perilaku kita itu. Meskipun kita berhasil melakukan perbuatan fujur itu dengan sukses, akan tetapi selalu saja ada muatan rasa negatif yang menggandoli dada kita. Ya… tetap saja itu namanya siksaan.

Begitupun sebaliknya, saat kita tengah didorong oleh Allah ke arah perilaku TAQWA, sebagai buah dari kesadaran, kebergantungan kita yang kuat kepada Allah, bisakah saat itu juga kita menyadari dan merasakan kebahagian, kegembiraan, kesenangan, ketenangan yang mengalir bersama apa-apa yang kita lakukan itu.

Dengan DADA kita yang hidup dan lembut, tatkala kita mampu mengamati dada kita yang sedang dialiri oleh rasa tersiksa, karena memang saat itu kita tengah didorong Allah ke arah perilaku FUJUR, maka kita akan sangat mudah sekali untuk sadar dan kembali (TAUBAT) menuju ke arah kebaikan. Artinya…, saat kita merasakan bahwa ketika itu kita tengah dicampakkan oleh Allah, di tendang oleh Allah, di istidraj oleh Allah, karena berpalingnya kita (YA’SYU) dari Allah, maka saat itu juga kita mampu untuk buru-buru kembali berlari ke Allah agar supaya Allah mengambil rasa tersiksa itu untuk kemudian diganti-Nya dengan rasa bahagia, agar Allah mengganti kehendak ke arah kefujuran yang mengalir ked alam dada kita itu dengan kehendak ke arah ketaqwaan. Proses kembali seperti ini disebut dengan TAUBAT. Dan…, ternyata kita TIDAK akan pernah bisa untuk bertaubat kalaulah tidak ada daya dan rahmat dari Allah.

Begitu juga…, dengan dada kita yang lembut dan hidup, kita akan mampu mengamati dada kita yang sedang dialiri oleh rasa bahagia, tenang, dan damai. Dan seketika itu juga kita buru-buru kembali ke Allah menghantarkan ungkapan RASA SYUKUR kita kepada-Nya, sehingga dada kita akan dialiri oleh rasa bahagia yang bertambah dan bertambah setiap kali kita mengembalikan rasa syukur itu kepada Allah.

Kembalinya kita ke Allah saat kita ditimpa rasa tersiksa akibat musibah maupun saat diberi rasa bahagia karena nikmat, sebenarnya hanyalah sebuah keniscayaan saja. Karena kalau tidak, maka kita akan diikat, dikuasai oleh rasa tersiksa, maupun rasa bahagia itu. Tidak jarang kita mendengar ada orang yang mati gara-gara tersiksa ataupun gembira. Mati kesedihan atau mati kesenangan.

Nah…, dada yang lembut, hidup, dan luas, inilah modal utama yang harus kita pelihara setiap saat agar kita selalu BISA MEMILIH PERAN yang akan kita ambil dalam meramaikan dunia ini. Begitu ada sebuah kehendak yang ditarok kedalam dada kita, maka baik atau buruknya pelaksanaan atas kehendak itu kita sudah bisa merabanya, sehingga kita bisa mengambil sikap atas kehendak yang muncul tersebut.

Bersambung (sumber: milis patrapmania)

MOMENTUM KETUHANAN - 10

Kemudian Tuhanpun melanjutkan sabdanya kepada otak Adam yang memang telah dicerahi sejak dari awal penciptaannya untuk mau pula menjalani destinynya:
“KUN…otak…!, mulai pulalah jalani nasibmu sebagai alat-Ku yang berguna bagi Adam untuk menyimpan segala pengajaran-Ku kepadanya. Kau wahai otak tenang-tenang sajalah. Akulah yang akan merendamu. Akulah yang akan mengukirmu. Aku yang akan menarok pengetahuan itu kepadamu melalui aliran melihat dan mendengar yang telah Ku alirkan kepada mata dan telinga Adam. Aku yang akan menulisimu dengan tinta hormon dan enzim tertentu yang Ku alirkan pula melewatimu. Ya…, Akulah yang akan membentuk anyaman ingatan atas peristiwa-peristiwa itu yang akan menjadi jalinan ilmu pengetahuan Bagi Adam sebagai bekalnya untuk menjawab segala problematika kehidupan yang akan dihadapinya kelak.
Tenang-tenang sajalah engkau wahai otak seperti tenangnya jantung, tenangnya paru-paru, tenangnya aliran darah, tenangnya ginjal menghadap patuh kepada-Ku. Tidakkah kau lihat wahai otak, bahwa jantung itu bergerak hanya karena Aku telah mengalirkan gerak kepadamu yang kemudian engkau teruskan gerak itu ke jantung, ke paru-paru, ke ginjal, dan kesegenap aliran darah Adam. Tepatnya, engkau tidak perlu capek-capek sedikitpun untuk menjalankan tugasmu untuk menyimpan file-file semua pengetahuan yang Kualirkan kepada mata dan telinga Adam. Aku yang akan menganyammu.
Demikianlah…, dengan melalui kombinasi-kombinasi yang sangat tepat dan akurat antara aliran melihat yang melewati mata Adam dan aliran mendengar yang menyusupi telinga Adam, maka otak Adampun diaktifkan bagian perbagian untuk kemudian dianyam dengan sangat teliti oleh Sang Maha Pengayam menjadi simpul-simpul pengetahuan bagi Adam. Ya…, tiba-tiba Adam dialiri pengetahuan tentang hubungan titik-titik kehidupan dialam semesta ini. Adam dialiri oleh aliran TAHU yang cemerlang yang selalu akan berkembang seiring dengan hirupan keluar masuk nafasnya. Tahu inilah yang akan dipakai oleh Adam sebagai senjata saktinya dalam menjalankan fungsinya sebagai Duta Istimewa Tuhan. Benar…, TAHU ini sedang menunggu pemanfaatannya ditangan Adam.
“Namun begitu, sadarilah wahai Adam…, TAHU itu adalah milik-Ku yang Ku alirkan kepadamu. Kau hanya menerimanya saja dari-Ku kesemuanya itu. Sadarilah itu…”, sapa Sang Maha ‘ALIM masuk sangat lembut kerelung kesadaran Adam dan langsung meruntuhkan kesombongan Adam.
Dalam selang hanya hitungan sehirupan nafas, Allah pun menarok sabda-Nya yang penuh daya dorong yang dahsyat kedalam DADA Adam:
“KUN Adam…!. Diamlah sejenak wahai Adam…, amatilah dadamu, sudurmu itu. Sekarang didadamu telah kutarok pula Kehendak-Ku. Kau mulailah memintal pakaianmu, Kau mulailah menanam sayur-sayuran, buah-buahan, dan makananmu. Kau mulailah membangun rumahmu. Kau mulailah berlayar. Kau mulailah merenda dan melukis muka bumi ini dengan bekal tahu yang telah kualirkan kepadamu. Mulailah…!. Aku telah siapkan DAYA dari-Ku agar engkau bisa melaksanakan semua Kehendak-Ku itu. Karena Aku memang ingin merangkai peradaban umat manusia ini sebagai tempat-Ku mencurahkan kasih sayang-Ku kepada Alam semesta ini.
Lalu Aku aliri dirimu dengan Daya-daya yang datang dari Ku itu. Dan Daya dari-Ku itulah yang telah membuatmu bisa BERGERAK. Dengan Daya dari Akulah kakimu bisa melangkah kegaris tujuanmu. Dengan aliran Daya dari Akulah tanganmu bisa bergerak. Kau tinggal bersandar saja pada Daya-daya-Ku itu. Dengan Daya dari-Ku jugalah kau bisa merangkai logika demi logika berdasarkan file pengetahuan yang telah Ku alirkan kedalam otakmu. Dengan Daya dari-Ku kau lalu seperti bisa merencana, menyusun hubungan sebab dan akibat atas persoalan-persoalan yang nantinya kau hadapi”.
“KUN Adam…!. Diamlah sejenak wahai Adam, lihatlah kembali dadamu. Aku telah simpan pula disana Kehendak-Ku agar kau punya keinginan untuk berkembang biak. Ku tarok disana rasa sayang dan cintamu kepada Istri-istrimu. Tidak hanya itu, untuk terlaksananya Kehendak-Ku itu, maka Aku juga telah membekalimu dengan DAYA dari-Ku yang menyelimuti FARJI mu. Ku lengkapi Farji mu itu dengan aliran kekuatan dan rasa enak yang akan membuatmu mabok dan akan menggiringmu untuk selalu memenuhi keinginan-Ku dalam mengembangbiakkan umat manusia ini”.
“Akan tetapi…, hati-hatilah wahai Adam. Daya itu adalah milik-Ku…!. Janganlah engkau sekali-kali menjadi sombong dan angkuh atas daya milik-Ku itu” sabda Sang Pemilik Daya, Sang Maha Kuat, dengan sangat tegas.
“KUN Adam…!, siapkanlah dadamu dengan diam. Aku akan isi pula dadamu dengan berbagai perasaan. Aku akan tarok didalam dadamu itu rasa cinta, rasa bahagia, rasa enak, rasa luas, rasa rela, rasa tenang. Dan sekaligus Aku juga akan menarok didalamnya rasa-rasa lainnya yang berlawanan, seperti rasa takut, rasa rasa benci, rasa marah, rasa iri, rasa sempit, rasa tersiksa, rasa terpaksa. Segala rasa ini ada gunanya bagimu. PASTI. Karena rasa-rasa itu tadi adalah sebagai indikator system peringatan dini (early warning system) atas segala pemenuhan dan pelaksanaan “Kehendak” yang Ku tarok kedalam dadamu.
Karena…, ingatlah bahwa Aku lah yang memberi petunjuk dan Aku pulalah yang menyesatkan umat manusia ini. Akulah yang mengilhamkan kedalam dirimu akan perilaku KEFUJURAN dan Aku pulalah yang mengilhamkan kedalam dirimu akan perilaku KETAQWAAN. Oleh sebab itu hati-hatilah. Aku memang Maha Berkehendak dengan cara-Ku sendiri.
Nanti wahai Adam…, setiap kau Ku aliri dengan sebuah kehendak dari-Ku, maka buru-burulah amati sinyal yang dipancarkan oleh dadamu yang mengiringi munculnya kehendak Itu. Disitu ada peringatan. Karena sinyal tentang rasa kefujuran itu sangat jelas rasanya. Sama jelasnya dengan sinyal tentang rasa ketaqwaan. Jelas sekali..!!. Kedua sinyal yang berlawanan itu tidak akan pernah bersatu sampai kapanpun. Karena saat kau Ku aliri dengan ilham ketaqwaan dari-Ku, maka saat itu pula kau sebenarnya tengah Ku singkirkan dari ilham kefujuran.
Akhirnya…, dengan segenap rasa rela, lalu Adam menjalankan tugas kedutaan istimewanya dengan menyandarkan matanya kepada aliran melihat dari Tuhan, telinganya kepada aliran mendengar dari Tuhan, otaknya kepada aliran Tahu dari Tuhan, sehingga Adam tidak lagi direpotkan sedikitpun oleh semua fasilitas fisiknya untuk meramaikan dunia itu.
Tidak hanya itu…, untuk berkehendakpun, Adam tidak usah capek-capek lagi. Kehendak demi kehendak ditarok oleh Allah kedalam dadanya. Kehendak untuk membangun, berkarya, berkreasi, menghancurkan, merusak, dan lalu merencana serta membangun lagi. Kehendak untuk berkembang biakpun mengalir dengan deras ke dalam dada Adam.
Untuk melaksanakan kehendak demi kehendak itupun Adam hanya tinggal bersandar saja kepada Daya-daya yang telah difasilitasi oleh Tuhan. Bahkan untuk sekedar merasakan hasil atas terlaksananya kehendak demi kehendak itu, Adam juga hanya bersandar saja kepada RASA yang ditarok oleh Allah kedalam dadanya.
Sungguh Adam telah menjadi duta istimewa dari Dzat yang Maha Melengkapi segala sesuatu bagi dutanya. Ternyata Adam menjalankan tugasnya hanya semata-mata dengan bersandar pada kesibukan Tuhan. Bertengger diatas Daya Momentum Ketuhanan. Karena memang Adam telah menjadi duta Tuhan yang sebelumnya telah DICELUP (di shibghah) oleh Tuhan Sendiri.
“Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah”, (Al Baqarah 138).
Bersambung (sumber: milis patrapmania)