10 October 2008

Momentum Ketuhanan - 14

Begitulah…, ternyata hidup ini, hanyalah proses dimana kita bergerak dari satu peristiwa emosional ke peristiwa emosional yang lainnya. Dari senang, lalu beralih ke sedih, kadang-kadang marah, adakalanya jijik, di lain waktu marah pula, sekali-sekali takut, dan kembali lagi ke rasa senang. Mengalir silih berganti dan terbolak balik dari waktu kewaktu. Suasana emosi yang berubah-ubah ini dalam bahasa Arabnya disebut juga dengan istilah QALB (si bolak balik). Untuk menerangkan sifat saja sebenarnya istilah QALB (QALBU, HATI dalam bahasa Indonesia) itu. Sedangkan bentuk fisiknya ya…, seluruh DADA kita itulah, yang dalam bahasa Arabnya disebut dengan SUDUR…!.

Makanya tatkala otak kita hanya dijejali dengan file-file suasana yang sedih-sedih saja terus menerus, ketika suatu saat kita dihadapkan kepada sebuah permasalahan yang rumit dan sulit, kita akan lari ke suasana sedih itu kembali, sehingga kita akan kembali menangis dan meraung-raung tak terkendali.

Sering kita perhatikan di sekeliling kita, misalnya, saat seseorang kehilangan anak yang dicintainya, mati, maka dia akan menangis hebat dan meronta-ronta tak terkendali. Bahkan malah ada yang sampai pingsan segala karena tidak kuat menahan kesedihannya. Dan jika kemudian dia dihadapkan kepada masalah-masalah berat lainnya, maka dia akan kembali masuk ke ruangan rasa sedih itu yang telah tersimpan di otaknya dan telah diperkuat pula dari waktu ke waktu setiap kali dia mengalami permasalahan hidup. Sedih terus. Orang yang terlalu sering berada dalam ruangan sedih itu, dan dia tidak bisa keluar lagi dari sana, maka adakalanya syaraf-syaraf otaknya tidak kuat menahan daya rusak rasa kesedihan itu, sehingga dia kemudian menjadi Gila.

Begitu juga, ketika file suasana emosi puncak yang ada di ruangan otak kita adalah suasana marah, marah dan marah…. Maka setiap kita dihadapkan kepada permasalahan hidup, kita akan lari dan lari lagi masuk ke ruangan suasana marah tersebut. Beda pendapat sedikit saja, marah-marah. Dilihat orang dengan tak sengaja saja, marah-marah. Beda konsep saja marah-marahan. Dan marah yang berkepanjangan, seperti halnya juga takut, jijik, dan terkejut berkepanjangan, dan kita tidak berhasil keluar dari ruangan suasana-suasana itu tadi, maka kita akan disiksa oleh rasa-rasa itu tadi. Bisa-bisa kita gila pula dibuatnya.

Oleh sebab itu hatilah-hati pulalah kita dalam menyimpan file-file suasana hati itu di dalam otak kita. Sering-seringlah kita berada di wilayah suasana rasa berbahagia yang ruangannya adalah sangat luas. Sehingga begitu kita jatuh ke ruangan yang sempit, yaitu rasa sedih, rasa takut, rasa marah, maka kita akan segera tahu, dan kita lalu buru-buru untuk mencari tahu tentang bagaimana caranya untuk masuk ke ruangan bahagia yang begitu luasnya. Dan dari keluasan wilayah bahagia itu, dengan leluasa kita akan bisa MERAHMATI rasa sedih, rasa takut, rasa marah itu untuk menghasilkan hal-hal yang bermanfaat.

Proses untuk merahmati suasana-suasana emosional ini disebut juga dengan proses TADZKIYATUN NAFS, peristiwa Penyucian Diri (Jiwa), yang akan diuraikan pada bagian lain. Yang intinya adalah bagaimana caranya agar DADA kita bisa berada dalam suasana lembut, cair, hidup, dan luas yang bukan disebabkan oleh karena pengaruh benda-benda ataupun alam-alam ciptaan lainnya, ataupun usaha-usaha kita untuk melembutkannya. Akan tetapi kelembutan dada itu lebih disebabkan oleh karena semata-mata adanya rahmat dari Tuhan.

Subhannallah…!.

2. Tugas kita yang ketiga sebenarnya cukup sederhana saja, akan tapi dalam kesederhanaan itu terkandung muatan yang sangat menentukan pula atas peran yang akan kita ambil dalam merangkai peradaban ini. Tugas itu adalah: “untuk menjaga agar kita TIDAK mengotori FARJI kita dengan perbuatan zina dan perbuatan-perbuatan maksiat yang sejenisnya”. Karena farji kita ini ternyata adalah Baitullah, Rumah Tuhan yang SUCI sebagai tempat Tuhan mengembangbiakkan umat manusia. Jadi kerjaan kita ini hanyalah untuk menjaga Rumah Allah yang suci ini agar tetap terjaga kesuciannya sepanjang masa. Simple saja bukan…?.

Namun begitu, percayalah, bahwa dalam tugas yang kelihatannya sangat sederhana ini pulalah umat manusia ini banyak, sangat banyak malah, yang keliru dan terperosok ke dalam lumpur kemaksiatan. Kita keliru dalam menempatkan Daya Kehendak Suci Tuhan yang mengalir ke dalam farji kita itu ke alamat yang tidak semestinya, yaitu kepada yang selain suami atau istri (istri-istri, bagi yang berpoligami) kita.

Sekali kita keliru dalam penempatan daya penciptaan manusia ini, maka file tentang kekeliruan dan penyelewengan itu akan disimpan pula di dalam otak kita. Dan file ini secara teratur akan kembali di retrieve pada waktu-waktu dimana daya kehendak Tuhan untuk menciptakan manusia kembali mengaliri farji kita. Begitu daya itu muncul, maka file yang ada di otak kita dipanggil. Ada cara seperti apa yang ada di sana untuk memenuhi kehendak itu. Kalau file yang dominan menyatakan bahwa pemenuhan dengan cara maksiat jauh lebih menimbulkan sensasi dari pada cara dengan pasangan kita yang sah, maka seketika itu juga kita akan didorong Tuhan untuk bermaksiat lagi. Kita seperti punya daya lebih untuk bermaksiat itu. Terus begitu…, sehingga jadilah kita menjadi ahli maksiat.

Kalau sudah begini, maka kiamat, atau paling tidak prahara, keluarga pastilah akan segera terjadi. Nggak perlu lama-lama kok untuk terjadinya kehancuran keluarga itu. Segera…!.

Selesai

Wassalam
(sumber: Milis Patrapmania)

No comments: