10 October 2008

Momentum Ketuhanan 1

SEKEDAR PEMBUKA…

Pada bagian yang lalu kita telah membahas cukup lengkap mengenai kulit bawang spiritualitas yang isinya antara lain mengupas fenomena-fenomena spiritualitas yang banyak beredar dalam masyarakat sampai menemukan spiritualitas hakiki yang bukan lagi berada dalam tataran “kulit bawang”, kemudian ditambah pula dengan artikel “Antara Asyik, Nikmat, dan Bahagia”. Spiritualitas hakiki itu ternyata hanyalah sebuah sikap keseharian kita dihadapan Tuhan yang bisa diringkas sebagai seorang hamba yang bersedia untuk memakai baju “sikap berketuhanan”, sehingga yang muncul adalah “TUNTUNAN DARI TUHAN” yang dalam bahasa sehari-harinya disebut juga sebagai ISTI’ANAH, NASTA’IN yang selalu saja kita mohonkan secara berulang-ulang dalam setiap raka’at shalat kita: “Iyya-Ka na’budu wa iyya-Ka nasta’in (kepada-Mu wahai Tuhan kami menyembah dan kepada-Mu wahai Tuhan kami minta pertolongan dan tuntunan)”.

Nah…, pada bagian ini kita akan coba mengupas lebih dalam lagi tentang tuntunan dari Tuhan ini dengan mengambil beberapa analogi yang muncul dalam keseharian kita yang kemudian saya istilahkan dengan MOMENTUM KETUHANAN. Dalam membahas momentum ketuhanan ini marilah sejenak kita mencoba melihat Hukum Tuhan (sunatullah) yang paling sederhana dalam Ilmu Fisika, yang berhasil diamati (di-intidzar) oleh Newton sehingga orang yang tercover lalu menamakannya sebagai Hukum Newton, yaitu tentang perubahan Impuls dan Momentum yang dialami oleh sebuah benda akibat gaya-gaya yang mengenai benda itu. Dimana apabila pada sebuah benda bekerja impuls gaya, maka benda itu akan dapat mengalami perubahan momentum pula. Begitu juga sebuah benda diam akan tetap diam, atau benda yang bergerak beraturan akan tetap bergerak beraturan jika tidak ada sejumlah gaya lain yang bekerja pada benda tersebut.

Contoh nyata peristiwa gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda ini dalam kehidupan kita sehari-hari dapat kita amati pada sebuah kendaraan. Mobil, misalnya, yang pada awalnya diam akan tetap saja diam selamanya jika tidak ada gaya atau daya lain yang bekerja padanya yang bisa membuat mobil tersebut beranjak dari tempatnya semula. Mobil itu lembam ditempatnya. Begitu juga, mobil yang sedang berjalan akan tetap berjalan jika tidak ada tahanan dari arah berlawanan yang datang dari hembusan angin, kasarnya aspal jalanan, atau injakan pedal rem yang menahan laju mobil tersebut. Agar supaya mobil itu tetap dapat berjalan dengan kecepatan tertentu, maka perlu daya lain yang ditimbulkan dari injakan pedal gas yang akan menyebabkan percepatan tertentu pula pada jalannya mobil tersebut sehingga mobil bisa berjalan pada kecepatan tertentu yang diinginkan.

Kemudian ketika mobil tersebut berjalan kedepan, maka mobil itu dikatakan sedang bergerak menuju “ketempat yang dituju”. Mobil itu sedang didorong oleh sebuah daya atau gerak untuk mencapai arah tertentu yang dituju, misalnya RUMAH atau KANTOR tempat kita bekerja. Artinya mobil itu tengah menuju kearah tujuan YANG BENAR. Ketika mobil mengarah ke rumah atau arah yang dituju itu, maka kita bisa membawa mobil tersebut dengan sikap yang sangat rileks, nyaris tanpa beban sedikitpun. Stir mobil bisa kita pegang walau hanya dengan memakai satu tangan saja, atau bahkan bisa juga dengan sentuhan satu jari tangan saja. Sopir pun bisa menyetir mobil tersebut sambil menikmati sebatang rokok yang menyelip dibibirnya. Santai sekali.

Sebaliknya, saat mobil itu berjalan mundur kebelakang, maka mobil itu artinya tengah bergerak menjauh dari tempat yang dituju. Taroklah mobil itu memang harus mundur dulu, karena mobil itu sedang parkir, akan tetapi mundurnya mobil itu tetap dikatakan orang bahwa mobil itu bukan sedang menuju arah tujuan yang sebenarnya. Ya…, mobil itu sedang dikuasai oleh daya atau gerak untuk menjauh dari tujuan yang seharusnya. Sang sopirpun akan terlihat agak kerepotan saat mengontrol mobil yang berjalan mundur tersebut. Sang sopir tidak rileks lagi. Dia harus berkali-kali melihat kiri dan kanan sambil merasa was-was jangan-jangan mobilnya menabrak tembok atau mobil lainnya. Akan terasa sekali tidak rileksnya sang sopir ketika memundurkan mobil itu. Kecuali kalau mobilnya adalah mobil VW Kodok atau VW Kombi yang bagian belakangnya dibalik dan modifikasi menjadi bagian depan.

Jangankan menyetir mobil ketika mundur, saat kita menyetir mobil dalam sebuah kemacetan lalu lintas pun sangat terasa sekali capeknya. Apalagi kalau mobilnya itu adalah mobil manual dan umurnya sudah tua pula. Kaki capek, tangan capek, leher capek untuk tengak-tengok kiri-kanan. Suasana menyetir di jalanan macet ini akan sangat berbeda sekali dengan menyetir di jalan bebas hambatan, apalagi yang lengang. Dijalan tol ini orang bisa menyetir dengan santai, rileks, dan bahkan tak jarang pula sampai tertidur sehingga menimbulkan kecelakaan lalin.

Nah…, analogi gerak maju atau mundurnya mobil seperti diatas dapat kita pakai untuk memahami bagaimana sebenarnya Momentum Ketuhanan itu bekerja pada diri kita. Mari kita mulai mengupasnya secara perlahan-lahan saja.

Bersambung

(sumber: milis patrapmania)

No comments: